Anak adalah adalah titipan sekaligus
anugrah yang diberikan Allah SWT kepada orang tua untuk di tuntun dan
dibimbimbing menjadi manusia yang berkepribandian dan berakhlak. Oleh karena
itu orang tua perlu memahami tentang perkembangan anak dan bagaimana seharusnya
memberikan pola asuh kepada mereka.Islam melalui al-qur’an dan hadist telah
memberikan tuntutan tersebut sehingga mereka tidak salah arah dalam mendidik
anak-anak. Metode/cara mendidik anak dalam islam adalah dengan hikmah dan
kebijaksanaan.
Anak adalah anugerah
terindah bagi orang tua yang diberikan oleh Allah. Betapa tidak, dengan
memiliki anak, orang tua mendapat kesempatan besar untuk beribadah, karena
seluruh pengorbanan orangtua dalam membesarkan anak, akan tercatat sebagai amal
saleh di sisi Allah, jika dilakukan dengan ikhlas. Alangkah bahagianya orang
tua, ketika ia berhasil pula mendidik anaknya, sehingga sang anak tampil
berkepribadian islami, santun, dan selalu mendo’akan ayah bundanya. Orang tua
akan lebih beruntung lagi, bila anak yang dididiknya telah menjadi manusia yang
bermanfa’at bagi agama bangsa dan negara. Selama anaknya melakukan hal – hal
yang bermanfa’at tersebut, orang tua akan beruntung, karena selama itu pula
pahala akan diberikan Allah kepada dirinya sebagai hadiah bagi andilnya dalam
membina sang anak.
Selain
itu, anak dapat pula menjadi ujian bagi kedua orang tuanya, Surat
Al-anfal 28. artinya “Dan katakanlah bahwa hartamu dan anak-anak itu hanyalah
sebagai cobaan dan sesungguhnya disisi Allah pahala yang besar”.
Pengertian anak sangat
beragam dari para ahli. Menurut UU Perlindungan anak tahun 2002 pasal 1 bahwa
“Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun termasuk
anak dalam kandungan”. Lebih lanjut pasal 77 berbunyi :
Artinya siapapun individu
yang hidup di Indonesia yang berumur kurang dari 18 tahun masih dikategorikan
sebagai anak dan mereka wajib dilindungi oleh masyarakat, Negara terutama orang
tua.
Pada saat anak tumbuh besar,
tingkah lakunya selalu membuat susah kedua orang tuanya. Setiap keinginannya
harus dipenuhi, meski orang tua tidak mampu memenuhinya, sehingga tidak jarang
orang tua harus berhutang kepada orang lain. Sikapnya di dalam rumah tidak
pernah menyenangkan, dan di luar rumah selalu membuat masalah, sehingga sering
merepotkan kedua orangtuanya. Tidak jauh beda kondisi ini dengan hadirnya anak
sebagai musuh tidak saja bagi orang tua, tetapi juga bagi keluarganya. Anak
yang seperti ini selalu menentang orang tua, dimana kesehariannya tidak pernah
sepi dari sikap menghardik atau membentak orang tua, bahkan ada yang tidak
segan – segan memukul bahkan membunuh orang tua yang telah melahirkan dan
membesarkannya.
Anak
yang di dambakan setiap orang tua adalah anak yang saleh, menjadi biji mata
yang selalu menyejukkan hati kedua orang tua, bermanfa’at bagi agama, bangsa
dan Negara.74 ). Untuk mendapatkan anak yang memiliki kesalehan pribadi dan
sosial ini, tentunya tidaklah mudah. Orang tua perlu berusaha dengan semaksimal
mungkin untuk mendidik anak, agar kelak ia dapat memetik hasilnya, dengan
mendapatkan anak yang berkepribadian baik.
Ketika memasuki sekolah
dasar umur 6 – 12 tahun, sudah seharusnya orang tua mulai menerapkan nilai
–nilai islam secara lebih intensif kepada anak. Dengan bantuan seorang guru di
sekolah, orangtua terbantu dalam penerapan nilai-nilai islam yang juga
diajarkan di sekolah. Menurut Kohlberg (1983) Masa ini adalah masa pembentukan
habit atau pembiasaan.Jika orang tua salah strategi/metode pembimbingan
pelaksanaan ritual keagamaan seperti sholat, puasa dan sebagainya, maka bagi
anak melaksanakan ibadah hanya sebagai sebuah kewajiban bukan sebagai sebuah
kebutuhan.Banyak anak-anak sholat karena takut orangtua.Ketika orangtua tidak
ada maka dia malas sholat. Sama halnya di sekolah, bila guru salam menerapkan
metode pembelajaran di kelas maupun di sekolah, anak akan merasa ibadah hanya
dilakukan karena perintah dari guru saja, bila tidak ada perintah maka tidak
dikerjakan.
Tetapi memang orangtua bukanlah satu-satunya yang bisa
mempengaruhi seorang anak, tetapi juga guru-gurunya, apa yang ia dengar, ia
baca, dan ia tonton, serta lingkungan pergaulannya. Guru bagaikan orangtua
kedua di sekolah, karena pembelajaran yang disampaikan oleh guru diibaratkan
orangtua yang sedang menyampaikan pembelajaran. Untuk itu, hendaknya setiap
orangtua mencarikan guru dan sekolah yang terbaik untuk anaknya.Juga
mengarahkan dan mengawasi bacaan dan tontonan anaknya, serta dengan siapa saja
anaknya bergaul.
Alangkah baiknya juga guru di sekolah memberikan pembelajaran
secara islami salam segi penyampaian atau segi pembelajaran setiap matapelajaran.Sebelum kita mendiskusikan mengenai cara mendidik anak secara Islami yang baik dan benar, ada baiknya jika kita
mengetahui sedikit tentang pengertian mengenai cara mendidik anak secara
Islami. Yang dimaksud dengan cara mendidik anak secara Islami adalah cara
mendidik dan membesarkan anak yang bertumpu pada dasar- dasar pedoman Al Qur’an
dan Al Hadist serta tuntunan Rasulullah S.A.W sebagai dasar untuk mengembangkan
pendidikan kepada anak.
Cara mendidik anak secara Islami merupakan cara mendidik anak yang paling baik terutama bagi
keluarga Indonesia yang mayoritas masyarakatnya beragama Islam. Cara ini
merupakan cara mendidik anak yang telah dicontohkan oleh Rasulullah S.A.W dalam
mendidik dan membesarkan anak- anak beliau. Mendidik anak secara Islami dan
sesuai dengan syari’at agama merupakan hal yang wajib dilaksanakan oleh setiap
muslim mengingat dalam penerapannya, orang tua menggunakan agama sebagai
pedoman dasar dalam mendidik dan membesarkan anak sehingga akan menjadi anak
yang sholeh dan sholehah. Jika kita bandingkan dengan kenyataan yang kita temui
sekarang ini, banyak orang tua yang cenderung mendidik anaknya dengan berbau
kebarat- baratan bahkan tak jarang yang mengeksplor anak- anak mereka menjadi
seperti layaknya seorang artis.
Hal ini bukan berarti salah, namun jika ini diterapkan kepada anak tanpa
adanya pembekalan yang berdasarkan agama terlebih dahulu, maka dikhawatirkan
anak akan tumbuh menjadi pribadi yang kurang memahami ajaran- ajaran agama.
Sehingga, mereka akan tumbuh menjadi seorang anak yang miskin jiwanya, dan
cenderung menjadi anak yang mencari kesenangan- kesenangan duniawi seata. Tentu
hal ini tidak diinginkan oleh setiap orang tua, bukan? Untuk itu, bagi orang
tua terutama yang beragama Islam, sangat dianjurkan untuk mendidik anak-
anaknya dengan cara yang Islami dan sesuai dengan kaidah- kaidah agama Islam
pula. Peran serta seorang guru dalam mendidik peserta didiknya di sekolah yaitu
membantu orangtua mengajarkan atau mendidik peserta didik secara islami yang
tidak tersampaikan di rumah disampaikan di sekolah.Berikut ini adalah bahasan
mengenai bebrapa cara mendidik anak yang sangat dianjurkan untuk diterapkan
dalam keluarga Islam maupun pada lembaga sekolah dasar yang berpedoman kepada
Al Qur’an dan Al Hadist.
1. Mendidik Dengan Kasih Sayang
Surat An-Hahl.(125).
Serulah manusia kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan
bantahlah mereka dengan kata yang baik. Selanjutnya Sabda Rasulullah yang
diriwayatkan HR.Muslim : Sesungguihnya Allah itu maha lembut yang menyukai
kelembutan, Untuk kelembutanNya, dia memberikan sesuatu yang tidak pernah dia
berikan untuk kekerasan dan lainnya.
Hal ini mengandung makna
bahwa agama islam dalam menerapkan prinsip-prinsip keberagamaan terutama
pendidikan orang tua kepada anak hendaknya lebih mengedepankan strategi/metode
pembelajaran yang santun, kasih sayang, kelemahlembutan atau pengajaran dengan
hikmah dan kebijaksanaan. Kesalahan-kesalahan yang dilakukan seorang anak
sebaiknya tidak disikap dengan hanya memberikan punishment fisik yang pada
akhirnya memaksa anak untuk berbohong dengan kesalahan yang dia lakukan.Sebagai
anak yang sedang tumbuh dan kembang mereka perlu diberi kesempatan untuk terus
memperbaiki diri mereka.Namun dengan hanya punishmet fisik maka secara tidak
disadari hal yang demikin menutup keinginan anak untuk memperbaiki diri dan akhirnya
lebih suka berbohong.
Begitupun bagi seorang guru
yang mengajarkan muridnya lebih baik menggunakan metode kasih sayang dan cinta
pada peserta didik. Kelemahlembutan atau pengajaran yang diberikan kepada
peserta didik akan mengahasilkan peserta didik yang lebih siap mengahadapi
pembelajaran atau proses belajar. Peserta didik lebih mau atau semangat
menghadapi proses berfikir atau proses belajar. Begitu juga dengan menanggapi
masalah atau kesalahan yang dilakukan oleh peserta didik tidak hanya dengan
memberikan hukuman fisik yang dapat berakibat jelek pada sikap anak.
Dalam sebuah hadist
dikisahkan seorang anak mengencingi sarung nabi Muhammad S.A.W .Ibu dari anak
tersebut langsung memukul anaknya karema malu pada nabi.Pada saat itu nabi
menegur siibu dan berkata “Ibu kain sarung ini bisa dicuci sampai bersih,
tetapi pukulan yang ibu berikan akan membekas pada anak sampai ia dewasa.”
Makna dari kisah tersebut
adalah bahwa kondisi perkembangan anak tergantung pada sikap ia diperlakukan
semasa kecil. Hal yang membuat ia malu atau hal lain yang melekat dalam
ingatannya akan terus ada dalam fikirannya dan akan berpengaruh pada
perkembangan si anak. Jadi sebesar apapun kesalahan anak Nabi tidak
menganjurkan untuk memberikan hukuman fisik pada anak tersebut dikarenakan akan
berpengaruh pada perkembangan anak tersebut.
Sebagai orang tua
bertanggung jawab terhadap pembinaan dan pembiasaan melaksanakan ibadah wajib.Sebagai
guru yang menjadi orangtua di sekolah, wajib menguingatkan peserta didik akan
pentingnya beribadah. Oleh karena itu yang pertama dan utama adalah bagaimana
pondasi dasar itu dapat dilaksanakan oleh anak dengan sebenar-benarnya.
Sebagaimana surat Luqman ayat 13, 16, 17, 18, 19. Berbunyi :
13. Dan ingatlah ketika Luqman berkata kepada
anaknya, diwaktu ia memberi pelajaran kepadanya, “Hai anakku janganlah kamu
mempersekutukan Allah. Sesungguhnya mempersekutukan Allah adalah benar-benar
kezaliman yang besar.
16. Luqman bekata kepada anaknya” Hai anakku
sesungguhnya jika ada kebaikan sebesar biji sawi, kemudian tersimpan dalam batu
atau dilangit maupun di bumi, niscaya Allah akan mendatangkan balasannya.
Sesungguhnya Allah maha halus lagi maha mengetahui.
17. “Hai anakku dirikanlah sholat dan
suruhlah manusia berbuat kebaikan dan laranglah mereka dari kemungkaran dan
bersabarlah atas apaapa yang menimpamu. Sesungguhnya yang demikian itu adalah
urusan yang diutamakan.
18. Dan janganlah engkau palingkan pipimu
kepada manusia dan janganlah engka berjalan dengan sombong dimuka bumi.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang sombong lagi congkak.
19.Dan sederhanakanlah dalam berjalan dan
lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara adalah suara keledai.
Luqman memerintahkan
anaknya untuk mendidirkan sholat dan meminta untuk menyeru manusia untuk
berbuat kebaikan dan melarang mereka dari kemungkaran.Bagi seorang guru sekolah
dasar yang mengajarkan berbagai mata pelajaran kepada peserta didik alangkah
baiknya menyerukan juga kepada muridnya untuk berbuat kebaikan dan menjauhi
kemungkaran sebagaimana perintah luqman kepada anaknya.
2. Pendidikan Integral
Islam menginginkan agar anak-anak dididik menjadi manusia
yang kuat dan mandiri.Karena itulah Al-Qur’an memperingatkan jangan sampai kita
meninggalkan anak keturunan yang lemah.Lemah disini jangan hanya diartikan dari
sisi materi, tetapi juga dari sisi spiritualitas, mentalitas, dan
moralitas.Karena itu orangtua ketika mencari sekolah untuk anak-anaknya jangan
hanya berpikir tentang sekolah yang bisa membuat anaknya pintar matematika dan
bahasa Inggris, atau nilai Unas yang tinggi.Tetapi harus juga berpikir sekolah
mana yang bisa menanamkan keimanan, karakter, dan moral yang baik kedalam diri
anak.
Dalam perspektif Islam, pendidikan yang diberikan kepada anak
harus integral.Tidak hanya mendidik satu sisi saja lalu mengabaikan sisi yang
lainnya. Anak harus dididik untuk menjadi manusia yang kuat iman dan ibadahnya
serta bagus akhlaqnya, dan pada saat yang sama harus juga dididik untuk menjadi
anak yang pintar, anak yang sehat, anak yang kuat, dan anak yang terampil.
Karena itu, Rasulullah saw disamping memerintahkan kepada para sahabat beliau
untuk mengajarkan Al-Qur’an kepada anak-anak mereka, juga memerintahkan mereka
untuk mengajari anak-anak mereka berenang, memanah, dan menunggang kuda. Maka
sangat menggembirakan sekarang ini telah banyak bermunculan sekolah-sekolah
yang memiliki kurikulum integral, yang memadukan antara imtaq dan iptek, yang
memadukan antara kurikulum Diknas dengan kurikulum ala pesantren. Dengan
pendidikan integral seperti ini, diharapkan akan muncul manusia-manusia yang
“berotak Jerman” tetapi “berhati Mekkah”. Manusia yang ber-imtaq sekaligus
ber-iptek.
Meski pendidikan imtaq dan iptek harus sama-sama diberikan
kepada anak, namun yang lebih prioritas untuk diberikan sedini mungkin adalah
pendidikan imtaq.Al-Qur’an sendiri mencontohkan bagaimana Ya’qub as dan Luqman
menekankan pendidikan tauhid kepada anak-anak mereka. Yang demikian ini tidak
lain karena imtaq ibarat pondasi sebuah bangunan. Apalah gunanya bangunan
dibuat megah dan indah akan tetapi diatas pondasi yang rapuh? Tentu keruntuhan
bangunan itu hanya soal waktu.Kita sendiri menyaksikan di negeri ini cukup
banyak orang pintar, namun sedikit sekali yang jujur dan bermoral tinggi.Lain
halnya jika pondasi sudah kuat dan kokoh, maka bangunan tinggal ditinggikan dan
dibuat megah. Karena itu penting bagi setiap orangtua untuk memperkuat imtaq
anak pada usia dini, dan memilihkan pendidikan dasar yang memberikan pendidikan
imtaq yang baik.
3. Mendidik dengan Keteladanan
Mendidik tidak sekadar mengajar.Mendidik tidak semata-mata
mentransfer pengetahuan.Lebih dari itu, mendidik adalah menanamkan nilai-nilai,
sikap, dan perilaku.Dengan hakikat pendidikan yang seperti ini, tidaklah cukup
pendidikan hanya dilakukan dengan berkata-kata atau berceramah.Perlu ada
keteladanan.
Rasulullah saw adalah panutan kita dalam hal ini. Allah SWT
sendiri telah berfirman, “Sungguh bagi kalian pada diri Rasulullah ada suri
tauladan yang baik.” Dan Rasulullah saw terbukti telah berhasil mendidik para
sahabat beliau menjadi pribadi-pribadi unggul dan terbaik melalui keteladanan
beliau. Rasulullah saw tidak hanya berkata-kata dan berceramah, tetapi langsung
memberikan keteladanan. Rasulullah saw tidak hanya membacakan Al-Qur’an dan
mengajarkan makna dan kandungannya, tetapi juga “Al-Qur’an yang berjalan” yang
disebut oleh Aisyah ra sebagai: “Akhlaq beliau adalah Al-Qur’an.” Ini penting
dipahami oleh setiap orangtua dan pendidik.Jangan sampai kita mengatakan dan
mengajarkan sesuatu tetapi dalam keseharian justru bersikap dan berperilaku
yang sebaliknya.Ingatlah bahwa lisanul hal afshahu min lisanil maqal “bahasa
tindak-tanduk dan perbuatan lebih fasih daripada bahasa kata-kata”.Apalagi
anak-anak punya kecenderungan tinggi untuk mencontoh. Pepatah bilang: “Guru
kencing berdiri, anak kencing berlari.”
Kata “guru” yang sering disebut sebagai diguguh dan ditiru
itu memang seuai dengan apa yang Nabi katakana, bahwa perilaku seorang guru
akan dilihat oleh peserta didik bahkan ditiru, entah itu perilaku baik maupun
perilaku buruk karena anak sekolah dasar belum sepenuhnya tahu atau dapat
membedakan mana perilaku yang baik dan mana perilaku yang buruk. Sebagai
seorang yang diguguh dan ditiru harus berperilaku yang baik karena akan ditiru
oleh peserta didiknya.
4. Pendekatan yang Tepat
Apakah sebaiknya kita mendidik anak kita dengan cara-cara
liberal ala Amerika ataukah dengan cara yang keras dan disiplin ala Cina?
Buku-buku Amerika barangkali sering mengajarkan agar kita jangan sekali-kali
memarahi anak dengan alasan akan mematikan daya kreativitas dan inisiatifnya.
Hubungan anak dengan orangtua hendaknya sedemokratis mungkin.Sebaliknya
pendekatan ala Cina sering digambarkan sebagai pendidikan yang keras dan penuh
disiplin.Orangtua berada pada posisi yang superior terhadap anak. Orang-orang
Cina percaya bahwa anak mereka akan kuat dengan tekanan seperti itu, sampai
anak itu benar-benar berhasil.
Kalau kita memperhatikan Al-Qur’an, kita akan melihat bahwa
Islam memiliki pendekatan yang seimbang. Tidak terlalu keras namun juga tidak
terlalu liberal.Al-Qur’an mengajarkan bahwa tidak selamanya kita haram berkata
“jangan” kepada anak. Menurut Al-Qur’an, dalam perkara-perkara yang prinsip
orangtua jangan ragu-ragu untuk berkata “jangan” kepada anak. Sebagai contoh,
Al-Qur’an menceritakan kisah Luqman yang berkata kepada anaknya, “Wahai anakku
sayang, janganlah engkau menyekutukan Allah.”Meskipun berkata “jangan” namun
orangtua menyampaikannya dengan penuh kasih sayang. Ini bisa kita lihat dari
cara orangtua memanggil anaknya: “Ya bunnayya (Wahai anakku sayang).” Begitu
juga dengan guru di sekolah yang jangan ragu berkata “jangan” kepada peserta
didiknya, meskipun usia sekolah dasar adalah letak di mana anak tidak suka
dilarang namun pelarangan tersebut disertai dengan perkataan yang lembut dan
penuh kasih sayang.
Rasulullah saw pun mengajarkan agar kita tidak segan-segan
memukul anak kita pada usia sepuluh tahun jika ia meninggalkan sholat. “Perintahkanlah
anak-anak kalian untuk mengerjakan shalat ketika mereka berusia tujuh tahun,
dan pukullah mereka pada usia sepuluh tahun bila tidak mengerjakan shalat,
serta pisahkanlah mereka di tempat tidurnya.” (HR. Abu Dawud dengan
sanad hasan) Tentu saja yang dimaksudkan oleh beliau adalah pukulan mendidik,
pukulan kasih sayang, dan pukulan yang tidak menyebabkan luka apalagi
mencederai.
Tidakkah kita tahu bahwa tradisi dan khazanah Islam telah
menawarkan pendekatan seperti apa yang semestinya kita lakukan dalam mendidik
anak? Ali bin Abi Thalib mengatakan dalam sebuah ungkapannya yang masyhur :
“Ajaklah anak bermain pada tujuh tahun pertama, disiplinkanlah anak pada tujuh
tahun kedua dan bersahabatlah pada anak usia tujuh tahun ketiga.” Selaras
dengan ini, Ibnu Sina berkata, “Tujuh tahun pertama perlakukan anak seperti
raja, tujuh tahun kedua seperti tawanan, dan tujuh tahun ketiga perlakukan anak
seperti mitra.” Ini artinya, sampai dengan usia 7 tahun adalah dunia bermain
bagi anak, usia 7 sampai 14 tahun adalah masa untuk mulai menanamkan
kedisiplinan kepada anak, dan usia 14 sampai 21 tahun adalah masa untuk
memperlakukan anak seperti teman dan sahabat karena mereka sedang berada dalam
masa remaja, masa dimana anak memiliki ego yang tinggi dan ingin merasa
dianggap dan dihargai. Disamping juga karena usia 14 sampai 21 tahun itu adalah
masa untuk mengantarkan anak menuju kedewasaan dan kemandirian. Untuk seorang
guru sekolah dasar yang mengajarkan pada usia antara 6 sampai 13 tahun, di mana
masa bermain dan masa menjadi tawanan, guru harus mampu menyesuaikan dengan
metode seperti apa yang sesuai dengan masa usia anak.
Jadi, guru sebagai orangtua kedua bagi anak memiliki peran
penting dalam mendidik anak, terutama mendidik secara islami. Guru harus mampu
mendidik bukan hanya mengajarkan atau melatih seorang peserta didik, karena
ayah dan ibu adalah orangtua di rumah sedangkan guru adalah orangtua di
sekolah. Mendidik dengan islami yang dimaksudkan yaitu mendidik anak sesuai
dengan Al-quran dan hadits, atau sesuai dengan apa yang dilakukan oleh Nabi
Muhammad SAW. Karena kita sebagai umatnya patut mencontoh perilaku baik dari
Nabi Muhammad SAW, baik itu untuk ayah dan ibu sebagai orangtua di rumah maupun
untuk guru sebagai orangtua di sekolah. Bagi guru sekolah dasar yang memang
mengajar anak usia rata-rata 6 sampai 13 tahun lebih ditekankan kepada metode
pembelajaran yang sesuai dengan Nabi Muhammah SAW lakukan atau anjurkan yaitu
dengan metode santun dan kasih sayang. Juga mendidik anak sekolah dasar dengan
cara mengankut pautkan setiap mata pelajaran dengan agama, juga mengajarkan
islam lebih spesifik atau lebih diperkenalkan sejak anak menginjak sekolah
dasar. Sesuai dengan yang Nabi Muhammad SAW anjurkan dengan cara bersikap yang
baik atau berperilaku yang baik sehingga ditiru oleh peserta didik adalah salah
satu cara mendidik anak secara islami karena usia sekolah dasar adalah masa di
mana anak lebih sering meniru apa yang dilakukan oleh gurunya.
Mutiara L.
Pergiwa
PGSD C
1431611111
Tidak ada komentar:
Posting Komentar