Rabu, 10 Juni 2015

MENDIDIK ANAK SECARA ISLAMI UNTUK ANAK SEKOLAH DASAR


            Anak adalah adalah titipan sekaligus anugrah yang diberikan Allah SWT kepada orang tua untuk di tuntun dan dibimbimbing menjadi manusia yang berkepribandian dan berakhlak. Oleh karena itu orang tua perlu memahami tentang perkembangan anak dan bagaimana seharusnya memberikan pola asuh kepada mereka.Islam melalui al-qur’an dan hadist telah memberikan tuntutan tersebut sehingga mereka tidak salah arah dalam mendidik anak-anak. Metode/cara mendidik anak dalam islam adalah dengan hikmah dan kebijaksanaan.
Anak adalah anugerah terindah bagi orang tua yang diberikan oleh Allah. Betapa tidak, dengan memiliki anak, orang tua mendapat kesempatan besar untuk beribadah, karena seluruh pengorbanan orangtua dalam membesarkan anak, akan tercatat sebagai amal saleh di sisi Allah, jika dilakukan dengan ikhlas. Alangkah bahagianya orang tua, ketika ia berhasil pula mendidik anaknya, sehingga sang anak tampil berkepribadian islami, santun, dan selalu mendo’akan ayah bundanya. Orang tua akan lebih beruntung lagi, bila anak yang dididiknya telah menjadi manusia yang bermanfa’at bagi agama bangsa dan negara. Selama anaknya melakukan hal – hal yang bermanfa’at tersebut, orang tua akan beruntung, karena selama itu pula pahala akan diberikan Allah kepada dirinya sebagai hadiah bagi andilnya dalam membina sang anak.
            Selain itu, anak dapat pula menjadi ujian bagi kedua orang tuanya,  Surat Al-anfal 28. artinya “Dan katakanlah bahwa hartamu dan anak-anak itu hanyalah sebagai cobaan dan sesungguhnya disisi Allah pahala yang besar”.
Pengertian anak sangat beragam dari para ahli. Menurut UU Perlindungan anak tahun 2002 pasal 1 bahwa “Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun termasuk anak dalam kandungan”. Lebih lanjut pasal 77 berbunyi :
Artinya siapapun individu yang hidup di Indonesia yang berumur kurang dari 18 tahun masih dikategorikan sebagai anak dan mereka wajib dilindungi oleh masyarakat, Negara terutama orang tua.
Pada saat anak tumbuh besar, tingkah lakunya selalu membuat susah kedua orang tuanya. Setiap keinginannya harus dipenuhi, meski orang tua tidak mampu memenuhinya, sehingga tidak jarang orang tua harus berhutang kepada orang lain. Sikapnya di dalam rumah tidak pernah menyenangkan, dan di luar rumah selalu membuat masalah, sehingga sering merepotkan kedua orangtuanya. Tidak jauh beda kondisi ini dengan hadirnya anak sebagai musuh tidak saja bagi orang tua, tetapi juga bagi keluarganya. Anak yang seperti ini selalu menentang orang tua, dimana kesehariannya tidak pernah sepi dari sikap menghardik atau membentak orang tua, bahkan ada yang tidak segan – segan memukul bahkan membunuh orang tua yang telah melahirkan dan membesarkannya.
            Anak   yang di dambakan setiap orang tua adalah anak yang saleh, menjadi biji mata yang selalu menyejukkan hati kedua orang tua, bermanfa’at bagi agama, bangsa dan Negara.74 ). Untuk mendapatkan anak yang memiliki kesalehan pribadi dan sosial ini, tentunya tidaklah mudah. Orang tua perlu berusaha dengan semaksimal mungkin untuk mendidik anak, agar kelak ia dapat memetik hasilnya, dengan mendapatkan anak yang berkepribadian baik.
Ketika memasuki sekolah dasar umur 6 – 12 tahun, sudah seharusnya orang tua mulai menerapkan nilai –nilai islam secara lebih intensif kepada anak. Dengan bantuan seorang guru di sekolah, orangtua terbantu dalam penerapan nilai-nilai islam yang juga diajarkan di sekolah. Menurut Kohlberg (1983) Masa ini adalah masa pembentukan habit atau pembiasaan.Jika orang tua salah strategi/metode pembimbingan pelaksanaan ritual keagamaan seperti sholat, puasa dan sebagainya, maka bagi anak melaksanakan ibadah hanya sebagai sebuah kewajiban bukan sebagai sebuah kebutuhan.Banyak anak-anak sholat karena takut orangtua.Ketika orangtua tidak ada maka dia malas sholat. Sama halnya di sekolah, bila guru salam menerapkan metode pembelajaran di kelas maupun di sekolah, anak akan merasa ibadah hanya dilakukan karena perintah dari guru saja, bila tidak ada perintah maka tidak dikerjakan.
Tetapi memang orangtua bukanlah satu-satunya yang bisa mempengaruhi seorang anak, tetapi juga guru-gurunya, apa yang ia dengar, ia baca, dan ia tonton, serta lingkungan pergaulannya. Guru bagaikan orangtua kedua di sekolah, karena pembelajaran yang disampaikan oleh guru diibaratkan orangtua yang sedang menyampaikan pembelajaran. Untuk itu, hendaknya setiap orangtua mencarikan guru dan sekolah yang terbaik untuk anaknya.Juga mengarahkan dan mengawasi bacaan dan tontonan anaknya, serta dengan siapa saja anaknya bergaul.
Alangkah baiknya juga guru di sekolah memberikan pembelajaran secara islami salam segi penyampaian atau segi pembelajaran setiap matapelajaran.Sebelum kita mendiskusikan mengenai cara mendidik anak secara Islami yang baik dan benar, ada baiknya jika kita mengetahui sedikit tentang pengertian mengenai cara mendidik anak secara Islami. Yang dimaksud dengan cara mendidik anak secara Islami adalah cara mendidik dan membesarkan anak yang bertumpu pada dasar- dasar pedoman Al Qur’an dan Al Hadist serta tuntunan Rasulullah S.A.W sebagai dasar untuk mengembangkan pendidikan kepada anak.
Cara mendidik anak secara Islami merupakan cara mendidik anak yang paling baik terutama bagi keluarga Indonesia yang mayoritas masyarakatnya beragama Islam. Cara ini merupakan cara mendidik anak yang telah dicontohkan oleh Rasulullah S.A.W dalam mendidik dan membesarkan anak- anak beliau. Mendidik anak secara Islami dan sesuai dengan syari’at agama merupakan hal yang wajib dilaksanakan oleh setiap muslim mengingat dalam penerapannya, orang tua menggunakan agama sebagai pedoman dasar dalam mendidik dan membesarkan anak sehingga akan menjadi anak yang sholeh dan sholehah. Jika kita bandingkan dengan kenyataan yang kita temui sekarang ini, banyak orang tua yang cenderung mendidik anaknya dengan berbau kebarat- baratan bahkan tak jarang yang mengeksplor anak- anak mereka menjadi seperti layaknya seorang artis.
Hal ini bukan berarti salah, namun jika ini diterapkan kepada anak tanpa adanya pembekalan yang berdasarkan agama terlebih dahulu, maka dikhawatirkan anak akan tumbuh menjadi pribadi yang kurang memahami ajaran- ajaran agama. Sehingga, mereka akan tumbuh menjadi seorang anak yang miskin jiwanya, dan cenderung menjadi anak yang mencari kesenangan- kesenangan duniawi seata. Tentu hal ini tidak diinginkan oleh setiap orang tua, bukan? Untuk itu, bagi orang tua terutama yang beragama Islam, sangat dianjurkan untuk mendidik anak- anaknya dengan cara yang Islami dan sesuai dengan kaidah- kaidah agama Islam pula. Peran serta seorang guru dalam mendidik peserta didiknya di sekolah yaitu membantu orangtua mengajarkan atau mendidik peserta didik secara islami yang tidak tersampaikan di rumah disampaikan di sekolah.Berikut ini adalah bahasan mengenai bebrapa cara mendidik anak yang sangat dianjurkan untuk diterapkan dalam keluarga Islam maupun pada lembaga sekolah dasar yang berpedoman kepada Al Qur’an dan Al Hadist.
1.    Mendidik Dengan Kasih Sayang
Surat An-Hahl.(125). Serulah manusia kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan kata yang baik. Selanjutnya Sabda Rasulullah yang diriwayatkan HR.Muslim : Sesungguihnya Allah itu maha lembut yang menyukai kelembutan, Untuk kelembutanNya, dia memberikan sesuatu yang tidak pernah dia berikan untuk kekerasan dan lainnya.
Hal ini mengandung makna bahwa agama islam dalam menerapkan prinsip-prinsip keberagamaan terutama pendidikan orang tua kepada anak hendaknya lebih mengedepankan strategi/metode pembelajaran yang santun, kasih sayang, kelemahlembutan atau pengajaran dengan hikmah dan kebijaksanaan. Kesalahan-kesalahan yang dilakukan seorang anak sebaiknya tidak disikap dengan hanya memberikan punishment fisik yang pada akhirnya memaksa anak untuk berbohong dengan kesalahan yang dia lakukan.Sebagai anak yang sedang tumbuh dan kembang mereka perlu diberi kesempatan untuk terus memperbaiki diri mereka.Namun dengan hanya punishmet fisik maka secara tidak disadari hal yang demikin menutup keinginan anak untuk memperbaiki diri dan akhirnya lebih suka berbohong.
Begitupun bagi seorang guru yang mengajarkan muridnya lebih baik menggunakan metode kasih sayang dan cinta pada peserta didik. Kelemahlembutan atau pengajaran yang diberikan kepada peserta didik akan mengahasilkan peserta didik yang lebih siap mengahadapi pembelajaran atau proses belajar. Peserta didik lebih mau atau semangat menghadapi proses berfikir atau proses belajar. Begitu juga dengan menanggapi masalah atau kesalahan yang dilakukan oleh peserta didik tidak hanya dengan memberikan hukuman fisik yang dapat berakibat jelek pada sikap anak.
Dalam sebuah hadist dikisahkan seorang anak mengencingi sarung nabi Muhammad S.A.W .Ibu dari anak tersebut langsung memukul anaknya karema malu pada nabi.Pada saat itu nabi menegur siibu dan berkata “Ibu kain sarung ini bisa dicuci sampai bersih, tetapi pukulan yang ibu berikan akan membekas pada anak sampai ia dewasa.”
Makna dari kisah tersebut adalah bahwa kondisi perkembangan anak tergantung pada sikap ia diperlakukan semasa kecil. Hal yang membuat ia malu atau hal lain yang melekat dalam ingatannya akan terus ada dalam fikirannya dan akan berpengaruh pada perkembangan si anak. Jadi sebesar apapun kesalahan anak Nabi tidak menganjurkan untuk memberikan hukuman fisik pada anak tersebut dikarenakan akan berpengaruh pada perkembangan anak tersebut.
Sebagai orang tua bertanggung jawab terhadap pembinaan dan pembiasaan melaksanakan ibadah wajib.Sebagai guru yang menjadi orangtua di sekolah, wajib menguingatkan peserta didik akan pentingnya beribadah. Oleh karena itu yang pertama dan utama adalah bagaimana pondasi dasar itu dapat dilaksanakan oleh anak dengan sebenar-benarnya. Sebagaimana surat Luqman ayat 13, 16, 17, 18, 19. Berbunyi :
13. Dan ingatlah ketika Luqman berkata kepada anaknya, diwaktu ia memberi pelajaran kepadanya, “Hai anakku janganlah kamu mempersekutukan Allah. Sesungguhnya mempersekutukan Allah adalah benar-benar kezaliman yang besar.
16. Luqman bekata kepada anaknya” Hai anakku sesungguhnya jika ada kebaikan sebesar biji sawi, kemudian tersimpan dalam batu atau dilangit maupun di bumi, niscaya Allah akan mendatangkan balasannya. Sesungguhnya Allah maha halus lagi maha mengetahui.
17. “Hai anakku dirikanlah sholat dan suruhlah manusia berbuat kebaikan dan laranglah mereka dari kemungkaran dan bersabarlah atas apaapa yang menimpamu. Sesungguhnya yang demikian itu adalah urusan yang diutamakan.
18. Dan janganlah engkau palingkan pipimu kepada manusia dan janganlah engka berjalan dengan sombong dimuka bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang sombong lagi congkak.
19.Dan sederhanakanlah dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara adalah suara keledai.

Luqman memerintahkan anaknya untuk mendidirkan sholat dan meminta untuk menyeru manusia untuk berbuat kebaikan dan melarang mereka dari kemungkaran.Bagi seorang guru sekolah dasar yang mengajarkan berbagai mata pelajaran kepada peserta didik alangkah baiknya menyerukan juga kepada muridnya untuk berbuat kebaikan dan menjauhi kemungkaran sebagaimana perintah luqman kepada anaknya.

2.    Pendidikan Integral
Islam menginginkan agar anak-anak dididik menjadi manusia yang kuat dan mandiri.Karena itulah Al-Qur’an memperingatkan jangan sampai kita meninggalkan anak keturunan yang lemah.Lemah disini jangan hanya diartikan dari sisi materi, tetapi juga dari sisi spiritualitas, mentalitas, dan moralitas.Karena itu orangtua ketika mencari sekolah untuk anak-anaknya jangan hanya berpikir tentang sekolah yang bisa membuat anaknya pintar matematika dan bahasa Inggris, atau nilai Unas yang tinggi.Tetapi harus juga berpikir sekolah mana yang bisa menanamkan keimanan, karakter, dan moral yang baik kedalam diri anak.
Dalam perspektif Islam, pendidikan yang diberikan kepada anak harus integral.Tidak hanya mendidik satu sisi saja lalu mengabaikan sisi yang lainnya. Anak harus dididik untuk menjadi manusia yang kuat iman dan ibadahnya serta bagus akhlaqnya, dan pada saat yang sama harus juga dididik untuk menjadi anak yang pintar, anak yang sehat, anak yang kuat, dan anak yang terampil. Karena itu, Rasulullah saw disamping memerintahkan kepada para sahabat beliau untuk mengajarkan Al-Qur’an kepada anak-anak mereka, juga memerintahkan mereka untuk mengajari anak-anak mereka berenang, memanah, dan menunggang kuda. Maka sangat menggembirakan sekarang ini telah banyak bermunculan sekolah-sekolah yang memiliki kurikulum integral, yang memadukan antara imtaq dan iptek, yang memadukan antara kurikulum Diknas dengan kurikulum ala pesantren. Dengan pendidikan integral seperti ini, diharapkan akan muncul manusia-manusia yang “berotak Jerman” tetapi “berhati Mekkah”. Manusia yang ber-imtaq sekaligus ber-iptek.
Meski pendidikan imtaq dan iptek harus sama-sama diberikan kepada anak, namun yang lebih prioritas untuk diberikan sedini mungkin adalah pendidikan imtaq.Al-Qur’an sendiri mencontohkan bagaimana Ya’qub as dan Luqman menekankan pendidikan tauhid kepada anak-anak mereka. Yang demikian ini tidak lain karena imtaq ibarat pondasi sebuah bangunan. Apalah gunanya bangunan dibuat megah dan indah akan tetapi diatas pondasi yang rapuh? Tentu keruntuhan bangunan itu hanya soal waktu.Kita sendiri menyaksikan di negeri ini cukup banyak orang pintar, namun sedikit sekali yang jujur dan bermoral tinggi.Lain halnya jika pondasi sudah kuat dan kokoh, maka bangunan tinggal ditinggikan dan dibuat megah. Karena itu penting bagi setiap orangtua untuk memperkuat imtaq anak pada usia dini, dan memilihkan pendidikan dasar yang memberikan pendidikan imtaq yang baik.
3.    Mendidik dengan Keteladanan
Mendidik tidak sekadar mengajar.Mendidik tidak semata-mata mentransfer pengetahuan.Lebih dari itu, mendidik adalah menanamkan nilai-nilai, sikap, dan perilaku.Dengan hakikat pendidikan yang seperti ini, tidaklah cukup pendidikan hanya dilakukan dengan berkata-kata atau berceramah.Perlu ada keteladanan.
Rasulullah saw adalah panutan kita dalam hal ini. Allah SWT sendiri telah berfirman, “Sungguh bagi kalian pada diri Rasulullah ada suri tauladan yang baik.” Dan Rasulullah saw terbukti telah berhasil mendidik para sahabat beliau menjadi pribadi-pribadi unggul dan terbaik melalui keteladanan beliau. Rasulullah saw tidak hanya berkata-kata dan berceramah, tetapi langsung memberikan keteladanan. Rasulullah saw tidak hanya membacakan Al-Qur’an dan mengajarkan makna dan kandungannya, tetapi juga “Al-Qur’an yang berjalan” yang disebut oleh Aisyah ra sebagai: “Akhlaq beliau adalah Al-Qur’an.” Ini penting dipahami oleh setiap orangtua dan pendidik.Jangan sampai kita mengatakan dan mengajarkan sesuatu tetapi dalam keseharian justru bersikap dan berperilaku yang sebaliknya.Ingatlah bahwa lisanul hal afshahu min lisanil maqal “bahasa tindak-tanduk dan perbuatan lebih fasih daripada bahasa kata-kata”.Apalagi anak-anak punya kecenderungan tinggi untuk mencontoh. Pepatah bilang: “Guru kencing berdiri, anak kencing berlari.”
Kata “guru” yang sering disebut sebagai diguguh dan ditiru itu memang seuai dengan apa yang Nabi katakana, bahwa perilaku seorang guru akan dilihat oleh peserta didik bahkan ditiru, entah itu perilaku baik maupun perilaku buruk karena anak sekolah dasar belum sepenuhnya tahu atau dapat membedakan mana perilaku yang baik dan mana perilaku yang buruk. Sebagai seorang yang diguguh dan ditiru harus berperilaku yang baik karena akan ditiru oleh peserta didiknya.
4.    Pendekatan yang Tepat
Apakah sebaiknya kita mendidik anak kita dengan cara-cara liberal ala Amerika ataukah dengan cara yang keras dan disiplin ala Cina? Buku-buku Amerika barangkali sering mengajarkan agar kita jangan sekali-kali memarahi anak dengan alasan akan mematikan daya kreativitas dan inisiatifnya. Hubungan anak dengan orangtua hendaknya sedemokratis mungkin.Sebaliknya pendekatan ala Cina sering digambarkan sebagai pendidikan yang keras dan penuh disiplin.Orangtua berada pada posisi yang superior terhadap anak. Orang-orang Cina percaya bahwa anak mereka akan kuat dengan tekanan seperti itu, sampai anak itu benar-benar berhasil.
Kalau kita memperhatikan Al-Qur’an, kita akan melihat bahwa Islam memiliki pendekatan yang seimbang. Tidak terlalu keras namun juga tidak terlalu liberal.Al-Qur’an mengajarkan bahwa tidak selamanya kita haram berkata “jangan” kepada anak. Menurut Al-Qur’an, dalam perkara-perkara yang prinsip orangtua jangan ragu-ragu untuk berkata “jangan” kepada anak. Sebagai contoh, Al-Qur’an menceritakan kisah Luqman yang berkata kepada anaknya, “Wahai anakku sayang, janganlah engkau menyekutukan Allah.”Meskipun berkata “jangan” namun orangtua menyampaikannya dengan penuh kasih sayang. Ini bisa kita lihat dari cara orangtua memanggil anaknya: “Ya bunnayya (Wahai anakku sayang).” Begitu juga dengan guru di sekolah yang jangan ragu berkata “jangan” kepada peserta didiknya, meskipun usia sekolah dasar adalah letak di mana anak tidak suka dilarang namun pelarangan tersebut disertai dengan perkataan yang lembut dan penuh kasih sayang.
Rasulullah saw pun mengajarkan agar kita tidak segan-segan memukul anak kita pada usia sepuluh tahun jika ia meninggalkan sholat. “Perintahkanlah anak-anak kalian untuk mengerjakan shalat ketika mereka berusia tujuh tahun, dan pukullah mereka pada usia sepuluh tahun bila tidak mengerjakan shalat, serta pisahkanlah mereka di tempat tidurnya.” (HR. Abu Dawud dengan sanad hasan) Tentu saja yang dimaksudkan oleh beliau adalah pukulan mendidik, pukulan kasih sayang, dan pukulan yang tidak menyebabkan luka apalagi mencederai.
Tidakkah kita tahu bahwa tradisi dan khazanah Islam telah menawarkan pendekatan seperti apa yang semestinya kita lakukan dalam mendidik anak? Ali bin Abi Thalib mengatakan dalam sebuah ungkapannya yang masyhur : “Ajaklah anak bermain pada tujuh tahun pertama, disiplinkanlah anak pada tujuh tahun kedua dan bersahabatlah pada anak usia tujuh tahun ketiga.” Selaras dengan ini, Ibnu Sina berkata, “Tujuh tahun pertama perlakukan anak seperti raja, tujuh tahun kedua seperti tawanan, dan tujuh tahun ketiga perlakukan anak seperti mitra.” Ini artinya, sampai dengan usia 7 tahun adalah dunia bermain bagi anak, usia 7 sampai 14 tahun adalah masa untuk mulai menanamkan kedisiplinan kepada anak, dan usia 14 sampai 21 tahun adalah masa untuk memperlakukan anak seperti teman dan sahabat karena mereka sedang berada dalam masa remaja, masa dimana anak memiliki ego yang tinggi dan ingin merasa dianggap dan dihargai. Disamping juga karena usia 14 sampai 21 tahun itu adalah masa untuk mengantarkan anak menuju kedewasaan dan kemandirian. Untuk seorang guru sekolah dasar yang mengajarkan pada usia antara 6 sampai 13 tahun, di mana masa bermain dan masa menjadi tawanan, guru harus mampu menyesuaikan dengan metode seperti apa yang sesuai dengan masa usia anak.
Jadi, guru sebagai orangtua kedua bagi anak memiliki peran penting dalam mendidik anak, terutama mendidik secara islami. Guru harus mampu mendidik bukan hanya mengajarkan atau melatih seorang peserta didik, karena ayah dan ibu adalah orangtua di rumah sedangkan guru adalah orangtua di sekolah. Mendidik dengan islami yang dimaksudkan yaitu mendidik anak sesuai dengan Al-quran dan hadits, atau sesuai dengan apa yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW. Karena kita sebagai umatnya patut mencontoh perilaku baik dari Nabi Muhammad SAW, baik itu untuk ayah dan ibu sebagai orangtua di rumah maupun untuk guru sebagai orangtua di sekolah. Bagi guru sekolah dasar yang memang mengajar anak usia rata-rata 6 sampai 13 tahun lebih ditekankan kepada metode pembelajaran yang sesuai dengan Nabi Muhammah SAW lakukan atau anjurkan yaitu dengan metode santun dan kasih sayang. Juga mendidik anak sekolah dasar dengan cara mengankut pautkan setiap mata pelajaran dengan agama, juga mengajarkan islam lebih spesifik atau lebih diperkenalkan sejak anak menginjak sekolah dasar. Sesuai dengan yang Nabi Muhammad SAW anjurkan dengan cara bersikap yang baik atau berperilaku yang baik sehingga ditiru oleh peserta didik adalah salah satu cara mendidik anak secara islami karena usia sekolah dasar adalah masa di mana anak lebih sering meniru apa yang dilakukan oleh gurunya.
Mutiara L. Pergiwa
PGSD C

1431611111

Tidak ada komentar:

Posting Komentar