1.
Abu Bakar Ash Shiddiq
Benar, membenarkan, dan dibenarkan. Mengapa? Karena teguh untuk
yakin pada apa yang berasal dari sisi Allah dan RasulNya. “Andaikan iman seluruh
manusia ditimbang pada suatu dacing dan iman Abu Bakar pada dacing yang lain,
niscaya iman Abu Bakar lebih berat.” Subhanallah!
2.
Umar Al-Faruq
Ia, sesosok yang tak pernah menyembunyikan perasaannya. Jujur pada
dirinya, jujur pada Allah, jujur pada manusia. Blak-blakan, keras, tak kenal
takut. “Bukankah kita berada diatas kebenaran? Bukankah mereka berada diatas
kebathilan? Bukankah kalau kita mati, kita masuk surga dan mereka masuk
neraka?” Maka benarlah kata-kata Ibnu Mas’ud, “Islamnya ‘Umar adalah
kemenangan, hijrahnya ‘Umar adalah pertolongan, dan kepemimpinannya adalah
rahmat bagi orang beriman.”
3.
‘Utsman Dzun Nurain
Si pemalu berakhlak mulia. Malu tak hanya pada manusia, tetapi lebih
dari pada itu, pada Allah. Mandinya ‘Utsman tidak dilakukan kecuali dalam rumah
yang terkunci rapat, tertutup semua lubangnya, dikamar yang paling terlindungi
dan terkunci, dalam sebuah bilik rapat dikamar itu, dan dipasang selubung kain
yang tinggi. Itupun ‘Utsman masih tak bisa menegakkan punggung karena rasa
malu. Ia selalu malu pada Allah. Ia malu, jika nikmat-nikmat Allah tak ia nafkahkan
dijalan-Nya. “Tidak akan membahayakan ‘Utsman,” sabda sang Nabi, “Apapun yang
dia lakukan setelah hari ini.” Dan ‘Utsman semakin malu..
4.
‘Ali yang Ceria
Ceria mengajarinya keberanian untuk tidur menggantikan Rasulullah
disaat teror pembunuhan mengepung kediaman beliau yang kecil. Ceria
mengajarinya berlari-lari menyusur padang pasir sejauh 400 km untuk hijrah
seorang diri dalam kejaran musuh. Ceria yang mengajarinya berolok-olok pada
Amir ibn Abdu Wudd, jagoan Quraisy yang menantang perang tanding dalam
peristiwa Khandaq.
Sumber : Buku “Saksikan Bahwa Aku
Seorang Muslim.”
Karya : Salim A. Fillah