Sejarah
Musik
awal rakyat
Korea
diketahui dimainkan sebagai bagian dari ritual upacara dan penyembahan
kepada dewa-dewa.[2][3][4] Umumnya, bukti-bukti
tersebut berasal dari sumber-sumber tertulis Cina kuno.[2][3]
Karena
Semenanjung
Korea
menjorok dari benua Asia
bagian timur laut,
rakyat Korea telah melakukan pertukaran yang aktif sejak lama dengan bangsa Cina, Mongol, Jepang, Siberia dan Asia Tengah yang ikut
mempengaruhi kesenian mereka.[3][5]
Tiga Kerajaan (57 SM-668 M)
Rakyat
Korea dikenal pandai menyanyi dan menari sejak zaman kuno.[2] Catatan pertama yang
merekam tentang kegemaran rakyat Korea bermusik adalah kitab sejarah Cina abad ke-3, San Guo Zhi.[2] Bangsa Cina kuno
menyebut nenek moyang orang Korea dalam artikel tulisan yang berjudul
"Barbarian dari Timur" atau Dong-yi.[2][4] Dalam catatan
tersebut tertulis:
“
|
Setelah
musim tanam selesai pada bulan ke-5, mereka selalu melakukan ritual menyembah
dewa-dewa dengan membentuk kelompok, menari dan minum sampai malam tanpa
istirahat. Alat musik yang mereka gunakan adalah lonceng yang dipukul seperti
yang digunakan di Cina untuk menari. Pada bulan Oktober, setelah selesai
panen, mereka akan mengulangi ritual yang sama. Setiap desa memberikan
persembahan kepada dewa-dewa dengan petunjuk seorang pemimpin yang dinamakan
cheonggun, yang dipilih oleh warga desa sendiri.
|
”
|
Goguryeo (37 SM-668 M)
Rakyat
kerajaan Goguryeo, yang tinggal di
sebelah utara Semenanjung
Korea
dan Manchuria, memainkan alat musik seperti suling yang dinamakan piri dan mandolin bersenar 5 yang
dinamakan pipa.[3] Kedua alat musik ini
diperkenalkan dari Asia
Tengah.[3] Seorang perdana menteri bernama Wang San-ak menulis ratusan buah
lagu berdasarkan permainan alat musik Cina dan menemukan kecapi
petik yang dinamakan geomungo.[4] Sejak itu, di
kerajaan Goguryeo semakin banyak lagu dan alat musik baru yang diciptakan.[4]
Silla (57 SM-668 M)
Di
kerajaan Silla, alat musik petik bersenar 12 yang
dinamakan gayageum dari Kerajaan Gaya menjadi terkenal.[3] Masyarakat Silla
menikmati lagu-lagu religius bertema agama Buddha maupun sekuler.[4] Musik asli mereka
dinamakan hyang-ak dan mendapat
pengaruh musik Asia
Tengah.[3] Seorang musisi
terkenal bernama Baek
Gyeol
menciptakan karya lagu Banga Taryeong yang sampai sekarang
masih dinyanyikan.[4]
Baekje (16 SM-660 M)
Musik
dari kerajaan Baekje, negeri di sebelah
barat daya Semenanjung
Korea,
kurang begitu dipahami.[rujukan?] Namun diperkirakan,
musiknya dipengaruhi oleh musik Cina.[rujukan?] Berdasarkan catatan
kuno, salah satu nomor musik
istana
yang masih dimainkan sampai saat ini, sujecheon (harfiah:"hidup
abadi bagai surga") didasarkan dari musik kuno Baekje yang berjudul jeong-eup-sa
atau kota Jeong-eup.[rujukan?]
Gaya
Silla Bersatu (668-935)
Rakyat
Silla
Bersatu
menikmati seni suara yang dinamakan hyangga atau musik asli.[4] Hyangga ditulis
berdasarkan lirik yang bernuansa Buddhisme yang berisi doa dan puji-pujian kepada Buddha.[4] Tema lainnya adalah
tentang sekuler dan kehidupan sehari-hari. Hyangga mencerminkan kesenian
religius dan sentimen rakyat Silla Bersatu.[4]
Dinasti Goryeo (935-1392)
Pada
masa Dinasti
Goryeo,
musik Cina (dang-ak) dan musik ritual (a-ak) berkembang pesat bersamaan dengan
musik asli (hyang-ak).[4] Musik ritual
ditampilkan dalam upacara keagamaan Konfusius bersama tari-tarian.[4] Berbagai jenis alat
musik baru diciptakan atau diperkenalkan dari Cina.[4] Jenis alat musik
yang populer adalah gayageum, geomungo dan janggo.[4]
Dinasti Joseon (1392-1910)
Musik
pada masa Dinasti
Joseon
dibagi menjadi 2 jenis, yakni musik istana (jeong-ak) dan musik rakyat (minsok-ak).[3] Rakyat kelas atas
dan istana mendengarkan musik istana, yang terdiri dari musik Cina (dang-ak),
musik asli Korea (hyang-ak) dan musik
ritual Konfusianisme (a-ak).[3]
Periode
terpenting bagi bidang musik di masa Dinasti Joseon adalah masa
pemerintahan Raja
Sejong yang Agung
(1418-1450).[6] Kontribusi Raja
Sejong terhadap perkembangan musik Korea dianggap monumental
seperti prestasinya dalam bidang politik dan ilmu pengetahuan.[6] Ia mengembangkan
sebuah pipa bambu yang dinamakan yulgwan untuk menandai pola
titinada musik Korea, mendesain ulang alat musik, menciptakan musik
baru dan menciptakan jeongganbo, sistem notasi musik
pertama di Asia
Timur.[6]
Pada
akhir periode Dinasti
Joseon,
popularitas musik istana semakin menurun, sementara itu musik rakyat dan drama
tradisional seperti pansori dan changgeuk, berkembang pesat.[3][4] Musik rakyat mulai
diwariskan dari generasi ke generasi.[4] Seni suara yang
didasarkan dari lirik penyair terkenal seperti Kim Cheon-taek dan Kim Su-jang mulai populer di
antara kaum bangsawan terpelajar.[4]
Musik
religius seperti musik agama Buddha dan Shamanisme juga
semakin mempengaruhi genre musik rakyat Korea pada masa ini.[4] Musik agama Buddha
mengalami kebangkitan, antara lain dengan populernya permainan nomor musik yeongsan hoesang, musik religius yang
terinspirasi dari peristiwa khotbah Buddha di gunung Gridhrakuta di India.[3] Bentuk syair yang
berasal dari zaman Dinasti
Goryeo,
sijo, semakin digemari. Sijo adalah syair pendek yang dilantunkan bersama
permainan alat
musik.
Korea Utara dan Korea Selatan
Karena
Korea telah terbagi lebih
dari setengah abad, musik tradisional yang diwariskan
antara kedua negara telah menjadi cukup berbeda.[1] Musisi Korea Selatan meyakini musik harus
melampaui batas politik dan mencapai
kemurnian yang tidak menyampaikan pesan propaganda.[1] Musisi Korea Utara pun berpendapat
bahwa musik harus melampaui politik namun untuk tujuan yang berbeda.[1] Walaupun memiliki
pandangan yang hampir sama mengenai musik, tujuan dan metode yang mereka
kembangkan tidak sama.[1]
Di
Korea Utara, tidak ada istilah guk-ak
(musik tradisional) dan jeon-tong eum-ak juga tak pernah digunakan.[1] Jenis-jenis musik
tradisional yang dikenal di Korea Selatan seperti jeong-ak (musik istana), pansori (opera tradisional),
musik rakyat dan sanjo (permainan musik solo) tidak dikenal
di Korea Utara.[1] Jenis musik
tradisional yang dipentaskan di Korea Utara hanya minyo atau nyanyian rakyat.[1] Namun, minyo di
Korea Utara tidak dinyanyikan dengan gaya tradisional, melainkan dengan gaya
modifikasi yang diiringi aransemen permainan alat musik tradisional yang
direvisi dan musik barat.[1]
Semua
alat musik tradisional kecuali alat
musik perkusi
telah mengalami rekonstruksi.[1] Kim Il-sung dalam
"Karya-karya pilihan Kim Il-sung, Volume 4, Halaman 154" menuliskan[1]:
“
|
Dalam
upaya untuk memodernisasikan musik kita, kita harus mempertimbangkan untuk
memodifikasi alat musik yang tersedia. Tidaklah mungkin untuk
memodernisasikan musik nasional kita dengan alat musik Korea yang kuno, atau
cukup mengekspresikan etos pekerja negara kita.
|
”
|
Pernyataan
Kim Il-sung ini merupakan awal dari modifikasi alat musik di Korea Utara.[1] Semua alat musik
disesuaikan dengan skala musik barat, dan skala 7 not dimodifikasi agar mudah
untuk dimainkan.[1] Orang Korea Utara
menganggap suara "kasar" alat musik tradisional sebagai suara yang
"kotor", sehingga mereka membersihkannya dan membuatnya jelas.[1] Mereka juga
memperluas jangkauan alat musik tradisional, sehingga satu jenis alat musik
dapat memainkan jenis musik yang berbeda-beda.[1]
Konsep
Konsep
terpenting yang dimiliki oleh musik Korea adalah menghasilkan bentuk
"rehat suara" yang sama banyaknya dengan permainan musik itu sendiri.[7][3] Maksudnya, musik
Korea mementingkan jeda-jeda dalam permainan alat musiknya.[7] Hal ini berbeda
dibandingkan konsep musik barat yang menerapkan permainan yang terus menerus.[7]
Falsafah
permainan musik Korea disebut "lima aliran yin dan yang".[7] Dua belas not dalam satu oktaf dinamakan 6 yin dan 6 yang,
yang dilambangkan oleh 12 buah bulan.[7] Terdapat 5 suara
mayor, antara lain gung, sang, gak, chi dan woo
yang melambangkan lima buah elemen alam (metal, kayu, air, api dan tanah), lima jenis rasa, lima
jenis kebajikan dan lima buah organ tubuh vital manusia.[7]
Rakyat
Korea umumnya tidak menyukai musik dengan notasi yang absolut dan
pasti.[7] Musik Korea
cenderung fleksibel.[7] Dalam setiap
permainan alat musik atau menyanyikan lagu tradisional pun selalu terdapat vibrasi yang dalam waktu
bersamaan diperpanjang atau disembunyikan.[7]
Melodi musik Korea penuh
dengan ornamentasi, terutama sebelum atau sesudah nada suara utama.[5] Setiap permainannya,
selalu terdapat pola ritme pengulangan yang
berfungsi memberi warna dan rasa musik.[5]
Tempo
Tempo merupakan hal yang
sangat penting dalam membentuk alur permainan musik Korea.[3] Suara nada yang
dimainkan dapat menjadi berbeda jika dimainkan dalam tempo yang bervariasi.[3][5] Dua jenis musik,
musik istana dan musik rakyat memiliki ciri khas masing-masing.[5] Musik istana kaku,
terkontrol dan kurang menunjukkan emosi.[5] Dibandingkan dengan
musik klasik negara lain, musik klasik (istana) Korea cenderung lambat sehingga
tak dapat diukur dengan metronome.[3] Contohnya, salah
satu nyanyian gagok berjudul isak-daeyeob yang terdiri dari 45
kata, dinyanyikan dalam tempo waktu 10 menit.[3] Tempo moderato permainan musik
Korea mengikuti sistem pernafasan manusia, sementara
musik klasik barat mengikuti detak jantung.[3] Tempo musik klasik
barat tiga kali lebih cepat dibanding musik Korea yang menerapkan sistem nafas
manusia dalam tiap menit.[3] Musik rakyat
sebaliknya, bertempo ceria, sederhana, dan penuh dengan emosi dan antusiasme.[5]
Pengaruh musik Cina
Berdekatan
dengan lingkup kebudayaan Cina, Korea mengadaptasi
tradisi permainan musik Cina dan masih
mempertahankannya sampai saat ini.[3] Musik jenis ini
dianggap sebagai warisan kebudayaan penting di Korea,
dikarenakan telah punah di Cina itu sendiri.[3] Penghormatan yang
tinggi terhadap Cina dan kebudayaannya oleh kaum pemerintah Korea, menghasilkan
struktur musik yang terdiri dari 2 jenis.[3] Musik Cina dianggap
memiliki tingkat yang lebih tinggi dibanding musik asli Korea.[3] Tradisi musik Cina di Korea hanya dilestarikan oleh kaum istana, sementara rakyat
memiliki gaya musiknya sendiri.[5]
Walaupun
begitu, para musisi Korea selalu menyeimbangkan permainan musik Cina dan musik
asli dan bahkan mengubah gaya musik Cina menjadi khas Korea.[3] Musik hiburan
pesta-pesta istana Korea lebih menunjukkan pengaruh Asia Tengah dibanding Cina.[3]
Klasifikasi
Musik
tradisional Korea terbagi atas 2 kategori, musik istana (gungjung-eumak;궁중음악),
musik rakyat (minsok-eumak;민속음악), musik militer,
musik religius, musik instrumen, dan musik vokal.
1.
Musik istana
Musik
istana disebut juga dengan istilah jeong-ak atau musik yang
pantas.[3] Musik istana di
dibagi menjadi 2 jenis sejak zaman kerajaan Silla, yakni hyang-ak dan tang-ak.[3] Hyang-ak adalah
musik asli Korea dan tang-ak adalah musik Cina yang berasal dari Dinasti Tang.[3] Penyatuan
Semenanjung Korea oleh Silla yang beraliansi dengan Tang di abad ke-8,
menyebabkan aliran budaya Cina masuk ke Korea.[3] Pada masa-masa
berikutnya, musik Cina terus dinamakan dengan istilah tang-ak walaupun terjadi
pergantian kekuasaan di negeri tersebut.[3]
Raja Sejong yang Agung dikenal sebagai
pionir dalam mengembangkan musik istana Korea.[6] Setelah menetapkan
titinada dasar permainan musik, ia mulai mengembangkan berbagai jenis alat musik untuk permainan
musik istana.[6] Alat musik istana
dikategorikan menjadi 8 jenis berdasarkan bahan pembuatannya: metal, kayu, tembikar, mineral, benang katun, bambu, labu, dan kulit.[6]
Tempo permainan musik
istana lambat dan khidmat, dengan nomor musik paling lambat memiliki kurang
dari 30 ketukan per menit.[5] Karena musik istana
sulit diukur karena konsep musik ini diukur dengan pernafasan.[5] Musik istana Korea
masih dilestarikan sampai kini di Korea, mulai dari jenis a-ak, dang-ak,
dan hyang-ak.[5]
Para
musisi musik istana mengenakan pakaian berwarna merah (lambang istana kerajaan) dan
memainkan musik tanpa konduktor, melainkan dengan
seorang pemandu musik yang menandai awal mula, jeda dan akhir permainan musik.[5]
Pada
tahun 1493, Dinasti
Joseon
mencetak kitab musik yang dinamakan Akhak kwebeom.[5] Kitab ini mencatat
musik dan tarian secara mendetail, termasuk memberikan petunjuk
mempraktikkannya.[5] Rekaman akurat
mengenai musik Korea dalam Akhak gwebeom mendahului pencatatan musik serupa di
barat.[5] Intisari buku ini
adalah musik ritual a-ak, yang dianggap sebagai musik penting untuk menjalankan
ritual Konfusianisme.[5]
2. Musik militer
Chwita
Chwita adalah jenis musik militer yang dimainkan di istana ketika gerbang utama
dibuka untuk menyambut kedatangan raja yang pulang dari perjalanan, juga
untuk menyambut utusan asing atau pawai militer.[8] Musik chwita
dimainkan dengan berbagai jenis alat musik besar dan didominasi oleh alat musik
taepyeongso yang memainkan
melodi utama.[8] Musik chwita dimulai
dengan suara pemimpin musik yang meneriakkan
"myonggeum-iha...daechwita!" dengan mengangkat tongkatnya.[8] Permainan musik
chwita memiliki 5 buah repertoar:
chwita-gilgunak-giltaryong-byeoljutaryong-gunak.[8]
3. Musik religius
Pada
masa pemerintahan Raja Yejong dari Dinasti Goryeo (tahun 1105-1122),
musik ritual Konfusianisme diperkenalkan dari Dinasti Song, Cina.[3] Musik ini dinamakan Taeseong-ak
atau a-ak.[3] Kaisar Taizu, pendiri Dinasti Ming, menghadiahkan perangkat
alat musik ritual kepada Raja Gongmin.[3] Musik ritual
Konfusianisme pada masa Dinasti Joseon menjadi penting dan
menggantikan Buddhisme sebagai agama
negara.[3]
Musik
merupakan faktor penting bagi Dinasti Joseon yang menganut
Konfusianisme.[6] Dalam Konfusianisme,
musik adalah sarana untuk menyempurnakan karakter manusia, memperindah masyarakat dan tradisi serta
mengilhami pemerintahan yang lebih baik.[6] Musik tidak hanya
menjadi menyenangkan untuk didengar, namun juga harus menjadi pelajaran bagi
batin.[6] Musik yang buruk akan
menjerumuskan masyarakat ke dalam kekacauan dan mengakibatkan kejatuhan negara.[6] Musik yang baik, ye-ak
(musik ritual), ditingkatkan untuk memperbaiki lingkungan masyarakat, sementara
musik yang kasar dan buruk yang dianggap akan menimbulkan kekacauan, tidak
dapat diterima.[6]
Menurut
Konfusius, musik yang tidak
tepat akan mengakibatkan kejatuhan bagi negara.[6] Saat titinada dasar,
tonggak dari semua nada, tidak disetel
dengan benar, maka pada akhirnya akan menyebabkan rakyat menderita.[6] Titinada dasar yang
fundamental ini dinamakan hwangjeong.[6] Raja Sejong adalah tokoh pertama
yang menyadari pengaruh titinada dasar dalam musik Korea.[6] Pipa bambu yulgwan yang memproduksi
titinada dasar, tidak hanya mengukur musik, namun berfungsi ganda sebagai
standar harian untuk mengukur panjang, volume, dan berat.[6] Panjang pipa
dijadikan sebagai unit standar panjang, jumlah jelai (palawija) yang muat masuk dalam pipa
dianggap sebagai unit standar volume dan berat jelai adalah unit standar berat.[6] Penentuan ukuran
panjang pipa yulgwan merupakan hal yang serius bagi kerajaan dan masyarakat
Dinasti Joseon.[6]
Musik Buddhisme
Dengan
diperkenalkannya agama
Buddha
kepada masyarakat Korea di abad ke-4,
musik bernafaskan Buddhisme mulai digunakan untuk menyampaikan tujuan-tujuan
religius.[9] Buddhisme dijadikan sebagai
agama negara oleh Dinasti
Goryeo
(935-1392) dan kesenian Buddhisme berkembang pesat, namun rekaman tertulis
hanya sedikit yang tersisa.[9] Pengaruh musik
Buddhis cukup besar pada musik rakyat dan bangsawan.[9] Jenis seni suara gagok memiliki kesamaan dalam teknik
menyanyi dengan mantra beompae.[9] Musik Buddhis lain,
yeongsan hoesang, berkembang dengan permainan alat musik orkestra dan terdiri
dari banyak versi berbeda.[9] Musik agama Buddha yang
dimainkan pada saat upacara-upacara dapat diklasifikasikan menjadi 3 jenis,
yakni yeombul, hwacheong dan beompae.[9]
- Yeombul: merupakan jenis mantra sutra yang dilantunkan pada upacara sehari-hari oleh biksu di dalam kuil dan disebut pula anchaebi sori atau lagu dalam ruangan.[9]
- Beompae: adalah jenis mantra bakkachaebi sori atau lagu luar ruangan yang dilantunkan pada saat upacara khusus oleh biksu-biksu khusus yang menguasai musik Buddhis.[9]
- Hwacheong: adalah jenis mantra yang dilantunkan menggunakan bahasa Korea untuk menyebarkan ajaran Buddha dalam bahasa yang mudah dimengeri.[9]
Musik Shamanisme
Jeju
chilmeoridang yeongdeung-gut, ritual Shamanisme (gut) yang
diiringi permainan musik
Shamanisme merupakan
kepercayaan tertua rakyat Korea yang menggabungkan unsur-unsur ritual
penyembahan dengan musik dan tarian oleh
pimpinan seorang dukun (mudang atau baksu).[9] Tidak hanya struktur
ritual, namun gaya musik dan bentuk tarian masing-masing berbeda berdasarkan
daerahnya.[9] Bagian-bagian
pertunjukkan musik Shamanisme terdiri syair-syair dan permainan alat musik yang biasa
ditampilkan dengan tari-tarian.[9]
Pengaruh
musik shamanisme terhadap musik rakyat cukup besar.[9] Beberapa lagu
Shamanisme diadaptasi menjadi lagu rakyat (minyo atau sori)
yang populer, seperti changbu taryeong (harfiah:"lagu dukun
lelaki") dan noraetgarak (harfiah:"melodi lagu") dari Seoul.[9] Jenis kesenian rakyat lain yang
diadaptasi dari musik Shamanisme adalah sinawi, sanjo dan tari salpuri.[9]
Musik-musik
ritual Shamanisme (gut) memiliki keunikan di
masing-masing daerah di Semenanjung Korea, yang dikategorikan menjadi musik gut
dari daerah barat laut, tengah, barat daya, timur dan Pulau Jeju.[10]
4. Musik instrumental
Permainan gayageum
sanjo
Permainan
musik instrumental disebut dengan istilah gi-ak, yaitu permainan alat
musik tradisional, variasinya adalah[rujukan?]:
Sanjo
adalah permainan musik solo yang berasal dari wilayah selatan Korea.[rujukan?] Sanjo berasal dari
musik ritual shamanisme.[rujukan?] Tempo sanjo dimulai
dari yang paling lambat sampai tercepat.[rujukan?] Berbagai alat musik
dapat dimainkan dengan sanjo seperti geomungo (geomungo sanjo), gayageum (gayag
5. Musik rakyat
Musik
rakyat Korea dapat dibedakan menjadi banyak jenis, antara lain nongak (musik
petani), minyo dan pansori.[11][2]
Nongak
Nongak
Nongak adalah permainan
musik petani yang dipentaskan oleh kelompok pemusik yang terdiri dari para
petani (nongaktae).[2] Permainan musik
nongak diwariskan tanpa diketahui dengan jelas penciptanya.[11] Namun begitu,
asal-usul nongak diperkirakan telah ada sejak zaman Tiga
Kerajaan
dari rekaman sejarah Cina kuno.[11] Catatan mengenai
nongak juga dapat ditemukan dalam Babad Dinasti Joseon (Sillok), yang dipopulerkan
oleh kelompok penghibur keliling.[11]
Saat
ini, permainan musik nongak (nongak nori) didasarkan untuk berbagai
aktivitas, antara lain ritual desa (gut), latihan militer, aktivitas-aktivitas
kerja, atau murni sebagai hiburan.[11] Nongak memiliki
variasi berdasarkan daerahnya, antara lain gyeonggi nongak, jwado
nongak, udo nongak, honam nongak, samcheonpo nongak, uttari
nongak dan yeongnam nongak.[11] Pertunjukkan nongak
dapat berlangsung selama beberapa hari, yang meliputi permainan musik di kuil desa, sumur, rumah warga, kantor desa, yang terdiri dari
pawai (gil-gut), mengetuk pintu gerbang (mun-gut), dan berjalan
mengelilingi tembok halaman sebuah bangunan (heolsa-gut).[11]
Empat
jenis alat
musik
utama nongak adalah kwaenggwari (gong kecil), janggo (genderang panjang), buk (genderang besar) dan jing (gong besar).[11] Para pemain musik
lain memainkan alat musik sogo (genderang kecil) dan meniup nabal (terompet).[11]
Samul nori
Samul nori
Samul
nori
adalah jenis permainan musik tradisional yang berakar dari
kesenian menghibur kelompok penghibur keliling (namsadangpae) pada masa lalu.[11] Kelompok namsadang
menampilkan hiburan berupa nongak, menari, dan akrobat untuk mencari
penghidupan.[11] Pada tahun 1978,
jenis musik nongak baru ditampilkan oleh kelompok pemusik tradisional yang
terdiri dari 4 orang, dipimpin oleh Kim Duk-soo (lahir 1952).[11] Jenis musik baru ini
dinamakan samul nori dan saat ini dianggap sebagai musik tradisional
yang bergaya urban.[11] Sejak saat itu,
kelompok samul nori bermunculan di seluruh Korea.[11]
Samul
nori disebut musik urban yang dibedakan dari nongak dan
permainan musik keliling.[11] Berbeda dengan
nongak yang ditampilkan dengan berdiri dan menari, samul nori dimainkan dengan
duduk untuk mengkonsentrasikan permainan musik secara ritmik.[11]
6. Musik vokal
Musik
vokal
(seong-ak) adalah jenis seni suara yang ditampilkan berdasarkan
lirik-lirik cerita rakyat atau lagu rakyat.[rujukan?] Jenis musik vokal
adalah jeong-ak dan minsok-ak.[rujukan?] Jeong-ak terbagi
menjadi sijo, gasa dan gagok, sementara minsogak terbagi atas japga, minyo, pansori, musik agama Buddha dan musik Shamanisme.[rujukan?] Minyo dan pansori
adalah jenis seni suara yang berakar dari tradisi nyanyian rakyat jelata, sementara chapga,
sijo, gasa dan gagok adalah nyanyian yang berasal dari kalangan bangsawan dan istana.[7] Kedua jenis seni suara
ini memiliki karakteristik yang berbeda.[7] Nyanyian rakyat jelata menerangkan kehidupan rakyat yang jujur,
sementara nyanyian bangsawan menyuarakan perasaan dan emosi yang tidak sebebas
nyanyian rakyat jelata.[7] Cara menyanyi kedua
jenis nyanyian ini juga berbeda.[7] Lagu rakyat
cenderung menyanyikan lirik dengan jangkauan nada maksimal, sementara nyanyian
istana menggunakan teknik falsetto untuk mencapai
jangkauan nada tinggi.[7]
Nyanyian
rakyat merupakan cerminan perasaan dan kehidupan mereka yang penuh
kesulitan dengan ekspresi tawa, candaan, tangisan dan bahasa kasar.[7] Pertunjukkan mereka
selalu ditampilkan di lapangan terbuka.[7] Kehidupan masyarakat
kelas atas dicirikan dengan batasan, hal yang dibuat-buat dan artifisial,
sehingga berpengaruh pada musik mereka.[7] Mereka menampilkannya
di dalam ruangan tertutup.[7]
Minyo
Minyo atau sori
adalah jenis nyanyian tradisional.[11] Istilah minyo
berasal dari gabungan kata min (rakyat) dan yo (lagu).[11] Minyo diciptakan oleh
musisi yang tidak diketahui
dan telah berakar sejak lama.[11] Jenis seni suara ini
dikenal sedikit mewariskan teks-teks tertulis dan bervariasi berdasarakan
daerah.[11] Rakyat Korea menyanyikan minyo
dalam kalimat yang sederhana untuk berbagai aktivitas seperti bekerja, hiburan
dan upacara pemakaman.[11] Sebenarnya istilah
minyo berasal dari bahasa
Jepang
pada saat penjajahan dimana gramofon diperkenalkan.[11] Musik-musik yang
direkam dengan gramofon pada saat itu adalah jenis minyo baru (sin-minyo)
yang ditampilkan oleh penyanyi profesional.[11]
Variasi
Minyo
memiliki ragam yang bervariasi berdasarakan daerah-daerahnya di Korea.[11]
- Namdo minyo
- Seodo minyo
- Gyeonggi minyo
- Gyeongsang minyo
- Jeju minyo
Pansori
Pansori adalah jenis seni suara tradisional Korea
yang menggunakan suara alami untuk mencapai batas maksimum dengan cara unik.[7] Pansori adalah jenis
musik rakyat yang
diturunkan dari para penghibur sejak zaman Dinasti Joseon.[7] Lirik-lirik pansori
menggambarkan emosi rakyat jelata yang jujur dan terbuka.[7] Saat dalam kondisi
perasaan yang bagus, seorang penyanyi pansori dapat bernyani selama berjam-jam,
namun jika tidak mereka hanya akan tampil satu jam saja.[3]
Arirang
Arirang adalah jenis nyanyian rakyat yang paling populer
di Korea.[11] Nyanyian ini dikenal
secara luas sejak perilisan film bisu tahun 1926 karya Na Un-gyu yang juga berjudul
sama, Arirang.[11] Arirang pada saat
itu menjadi simbol gerakan kemerdekaan melawan penjajahan Jepang.[11] Versi daerah lagu
arirang beragam berdasarkan daerahnya, mulai dari Jeongseon arirang, Jindo arirang dan Miryang
arirang.[11] Asal-usul arirang
diketahui berdasarkan cerita rakyat, namun penciptanya tak diketahui.[11]
Alat musik
Alat
musik tradisional Korea terbuat dari berbagai bahan alam, seperti kayu dan metal.[7] Jumlah alat musik Korea yang masih
digunakan sampai saat ini mencapai 65 jenis.[5] Beberapa diantaranya
berasal dari Cina dan hanya digunakan pada upacara keagamaan.[5] Orang Korea menyebut
alat
musik petik
menghasilkan "celah-celah sempit" saat dimainkan atau yang disebut
oleh musisi sebagai bagian "rehat" dari suara, terutama pada saat
memainkannya dalam tempo lambat secara solo.[7]
Alat musik petik
Gayageum
Hyang
- Gayageum adalah kecapi yang memiliki 12 buah senar dan ditemukan pada abad ke-6 di kerajaan Gaya.[1] Gayageum dibagi menjadi 2 jenis, yakni sanjo dan jeongak.[1] Sanjo gayageum digunakan untuk pementasan musik solo dan jeongak gayageum untuk pementasan musik orkestra.[1]
- Geomungo adalah jenis kecapi yang memiliki 6 buah senar dan ditemukan di kerajaan Goguryeo.[1] Jenis geomungo dibagi 2 jenis, yakni sanjo geomungo dan jeongak geomungo.[1]
Tang
- Haegeum adalah rebab yang bersenar dua dan berasal dari Cina, namun telah diadaptasi menjadi alat musik Korea.[1]
- Ajaeng kecapi gesek yang bersenar tujuh.[1] Terdapat 3 jenis ajaeng yakni jeongak ajaeng, the sanjo ajaeng, dan daejaeng.[1]
Alat musik istana
- Geum adalah jenis kecapi bersenar tujuh.[1] Geum digunakan dalam pementasan musik istana pada zaman Dinasti Joseon dan sekarang tak lagi digunakan.[1]
- Seul adalah kecapi yang memiliki 25 buah senar dan saat ini tak lagi dimainkan.[1] Alat musik ini digunakan dalam pementasan musik istana Dinasti Joseon.[1]
Barat
- Yanggeum adalah jenis kecapi (dulcimer) yang berasal dari Eropa dan masuk dari Cina pada abad ke-18.[1]
Alat musk tiup
Taepyeongso
Hyang
- Daegeum adalah jenis suling besar yang merupakan salah satu dari tiga alat musik tiup yang berasal dari zaman Silla Bersatu selain Sogeum dan Junggeum.[2] Daegeum terdiri atas sanjo dan jeongak.[1]
- Sogeum adalah jenis suling kecil yang terbuat dari bambu.[1] Alat musik ini banyak digunakan pada masa Dinasti Joseon.[1] Model sogeum yang dimainkan saat ini adalah hasil rekonstruksi berdasarkan catatan kuno.[1]
- Hyangpiri adalah jenis suling yang memiliki tujuh buah lobang dan biasa dimainkan pada pementasan musik orkestra dan solo.[1]
- Chojeok adalah jenis suling yang dibuat dari jenis rumput dan populer dimainkan pada masa Dinasti Joseon.[1]
Tang
- Dangpiri adalah jenis suling asal Cina yang serupa dengan hyangpiri namun berukuran lebih pendek.[1] Dangpiri dimainkan dalam permainan musik Cina (Dang-ak).[1]
- Tungso adalah jenis suling yang dimainkan secara vertikal. Tungso terdiri dari jeongak tungso dan sanjo tungso.[1]
- Taepyeongso adalah jenis suling yang berbentuk kerucut dan diperkenalkan dari Cina di akhir abad ke-14.[1] Taepyeongso dimainkan dalam permainan musik petani (pungmul).[1]
Alat musik istana
- Saeng adalah jenis organ mulut yang memiliki 17 pipa. Saeng sering dimainkan dalam pementasan Dang-ak (musik Cina).[1]
- U adalah jenis organ mulut besar yang memiliki 36 buah pipa.[1]
- Hwa (alat musik)Hwa adalah jenis organ mulut kecil yang memiliki 13 buah pipa.[1]
- So adalah jenis pipa (panpipe) yang jenisnya terbagi atas so yang berpipa 12, 16 dan 24.[1] Hanya so berpipa 16 yang masih dimainkan saat ini, terutama pada pementasan musik istana.[1]
- Hun adalah jenis suling bulat dari tanah liat dan memiliki 7 buah lobang. Hun hanya dimainkan dalam pementasan musik upacara di kuil Munmyo.[1]
- Ji adalah jenis suling yang memiliki 5 lobang yang berjumlah 4 buah di depan dan 1 lobang di belakang.[1] Alat musik ini hanya dimainkan dalam pementasan musik istana.[1]
- Yak adalah jenis suling yang dimainkan di pementasan musik istana.[1] Alat musik ini memiliki 3 buah lobang dan dimainkan secara vertikal.[1]
- Jeok adalah jenis suling yang dimainkan dalam pementasan musik istana dan memiliki 6 buah lobang.[1]
Alat musik lainnya
- Danso adalah jenis suling vertikal yang berasal dari Dinasti Joseon.[1] Danso memiliki 5 buah lobang dan dimainkan secara solo (sanjo) atau dalam pementasan orkestra (jeongak).[3]
- Sepiri adalah jenis suling yang serupa dengan hyangpiri, namun lebih ramping dan volume suaranya lebih kecil.[1]
Alat musik perkusi
Janggu
Hyang
- Jing adalah gong besar yang terbuat dari kuningan dan awalnya dimainkan dalam musik militer.[4] Saat ini dimainkan secara luas dalam pementasan musik petani (pungmul), musik shamanisme (musok) dan musik agama Buddha.
- Kkwaenggwari adalah jenis gong kecil yang disebut juga gong tangan.[5] Kkwaenggwari memiliki suara yang tinggi dan banyak digunakan dalam permainan musik petani dan musik ritual shamanisme.[1]
- Pungmulbuk adalah jenis genderang yang dimainkan dalam permainan musik petani.[6]
- Soribuk adalah genderang yang dimainkan sebagai pengiring nyanyian.[1] Soribuk adalah versi modifikasi dari pungmulbuk.[1]
- Pungmul Janggo adalah jenis genderang berbentuk jam pasir.[7] Badan pungmul janggo terbuat dari kayu dan dilapisi kulit binatang pada kedua ujungnya.[1] Alat musik ini banyak digunakan dalam pementasan musik petani dan sebagai pengiring nyanyian tradisional.[1]
Tang
- Bak (clapper) adalah jenis kastanyet yang terdiri dari rangkaian 6 potongan kayu tipis dan dimainkan dengan cara dihentakkan secara bersaamaan sehingga menghasilkan bunyi.[8] Alat musik ini hanya dimainkan dalam pementasan musik ritual dan musik istana.[1]
- Janggu atau janggo adalah jenis genderang yang berbentuk jam pasir yang serupa dengan pungmul janggo.[7]
Alat musik istana
Pyeon-gyeong
- Pyeonjong adalah jenis lonceng perunggu yang terdiri dari 16 buah yang digantung menjadi 2 baris.[9] Alat musik ini dimainkan dengan cara dipukulkan dan diperkenalkan di Korea dari Song.[1]
- Teukjeong adalah lonceng yang serupa dengan pyeonjong namun hanya terdiri dari satu lonceng saja.[1]
- Pyeongyeong adalah potongan batu yang berbentuk L, yang dimainkan dengan cara dipukulkan.[1] Batu musik ini diperkenalkan dari Cina dan dimainkan dalam pementasan musik istana.[1]
- Teukgyeong adalah batu yang serupa dengan pyeongyeong, namun hanya terdiri dari satu batu saja.[1]
- Chuk adalah kotak kayu persegi yang dimainkan dalam pementasan musik upacara di kuil Munmyo dan Jongmyo.[10]
- Eo adalah alat musik yang berbentuk replika macan yang dimainkan dengan cara digesekkan.[11] Alat musik ini hanya dimainkan dalam pementasan musik upacara di kuil Munmyo dan Jongmyo.[1]
Pemain musik
tradisional
Musik
tradisional Korea tidak diwariskan melalui metode pencatatan musik (music scores)
seperti musik barat, namun diturunkan
dari pengajaran mulut ke mulut dan menggunakan
perasaan.[12] Sejarah personal
seorang musisi musik tradisional dianggap penting dan bakat yang dimilikinya dihargai.[12] Pada masa lalu musisi tradisional berada
pada kelas sosial yang rendah dalam masyarakat Korea.[12] Namun, mereka
menganggap itu adalah nasib mereka untuk hidup sebagai pemusik dan
mewariskannya.[12] Banyak di antara
mereka telah mengembangkan dan meningkatkan standar musik serta menciptakan
musik-musik baru.[12]
Sejak
masa Dinasti
Joseon,
musisi tradisional Korea dibagi atas dua kategori: musisi musik rakyat dan
musisi musik istana.[12] Tradisi ini sampai
kini hanya dilestarikan di Korea Selatan.[12] Musisi rakyat
umumnya berasal dari keluarga dukun yang mementaskan musik dukun (mu-sok-ak)
dari generasi ke generasi.[12] Kelompok warga yang
berprofesi sebagai dukun melahirkan banyak musisi musik Korea yang terkenal.[12] Karya-karya musik
dukun atau Shamanisme antara lain penampil musik sinawi atau musik instrumental yang diiringi tarian
dukun.[12] Jenis musik ini
berasal dari Korea
bagian selatan.[12] Selain itu dari
keluarga musisi ini lahir tradisi menyanyi opera tradisional pansori.[12] Begitu pula dengan
pertunjukkan sanjo, menampilkan permainan alat musik secara solo.[12]
Musisi
musik istana tidak hanya mewariskan teknik bermain musik istana kepada keturunan
mereka, namun juga posisi sebagai pemusik istana.[12] Pada masa penjajahan Jepang (1910-1945), para musisi istana mulai mendalami seni
suara gagok dan berbagai genre musik lain yang terkenal di masyarakat
karena repertoarnya.[12] Sampai kini kelompok
pemusik istana berkontribusi banyak terhadap perkembangan dan pelestarian musik klasik.[12]
* Musisi musik rakyat
Di
masa lalu, status dukun (mudang atau baksu)
dipandang rendah dalam masyakarat, namun pemusiknya mempunyai status lebih
baik.[12] Anak-anak dari
keluarga dukun selalu dilatih menyanyikan pansori.[12] Pansori dianggap
sebagai bentuk musik yang paling bagus dan memiliki prospek cerah.[12] Di daerah asalnya,
para musisi pansori dianggap sebagai artis terkenal dan beberapa bahkan dihargai
dengan jabatan penting ketika mendapat kesempatan pentas di istana.[12] Itulah sebabnya
seorang dukun yang berniat menyempurnakan keahlian bermusiknya, mempelajari
pansori dengan giat.[12] Namun begitu, tidak
semua keturunan dukun berbakat menyanyi pansori.[12] Mereka yang tidak
memiliki keahlian pansori diajarkan keahlian lain seperti jultagi (berjalan di atas
tali) atau akrobat.[12] Itulah sebabnya,
keluarga dukun sangat erat kaitannya dengan kesenian dan musik tradisional rakyat Korea.[12]
* Musisi musik istana
Musisi
musik istana merupakan pemimpin dalam mengembangkan musik klasik Korea sampai saat
ini.[12] Keluarga pemusik
istana mewariskan kumpulan keahlian dan pengetahuan musik istana kepada
keturunannya.[12] Sejak masa Dinasti Joseon, seleksi dan
manajemen pemusik istana telah mengalami banyak perubahan.[12] Namun, para musisi
yang terkenal berasal dari keluarga pemusik profesional.[12]
Alat musik tradisional Korea
Alat musik Korea
terdiri lebih dari 60 jenis dan telah diwariskan dari generasi ke generasi.[1] Alat musik yang banyak
dimainkan antara lain gayageum (kecapi 12 senar) dan geomungo (kecapai 6 senar).[1] Keduanya diperkirakan telah
dimainkan di Korea sejak abad ke-6.[1] Alat musik yang lainnya adalah
3 alat musik gesek dan alat musik bambu dari kerajaan Silla Bersatu, alat musik istana Dinasti Joseon dan sebagainya.[1]
Alat musik rakyat asli
Korea telah berkembang sejak masa prasejarah sampai masa Silla Bersatu (668-935).[1] Pada masa Tiga
Kerajaan
(57 SM – 668) beberapa jenis alat musik dari Asia Tengah diperkenalkan ke Korea.[1] Alat musik Cina dari Dinasti Tang diperkenalkan di akhir periode
Silla Bersatu dan dari Dinasti Song pada masa Dinasti Goryeo (918-1392) sehingga
meningkatkan jumlah alat musik Korea.[1] Para musisi Korea dapat
melakukan eksperimen dengan alat-alat musik tersebut.[1] Alat-alat musik Cina lama kelamaan
diadaptasi menjadi alat musik Korea pada masa Dinasti Joseon (1392-1910).[1]
Alat musik Korea dapat
dibedakan menjadi alat musik asli Korea (Hyang), Cina (Tang) dan
alat musik istana.[1]
Musik Korea
saat ini
Pada
masa lalu, seseorang tidak bisa menjadi musisi tanpa lahir dari
keluarga pemusik.[12] Pelajaran musik
diberikan melalui pelatihan.[12] Dengan perkembangan
sistem pendidikan formal, para musisi
tradisional pada saat ini menerima pendidikan musik di sekolah.[12] Terdapat banyak sekolah dasar, SMP, SMA, universitas atau sekolah tinggi
yang mengkhususkan pada pendidikan musik tradisional.[12] Pada saat ini banyak
orang yang menjadi musisi profesional dengan
belajar musik
tradisional
di sekolah-sekolah semacam itu.[12] Namun, bagaimanapun
juga, tradisi mewariskan musik
dari generasi ke generasi masih tetap dipertahankan.[12] Banyak anak-anak
dari pemusik rakyat yang mendalami musik di sekolah musik tradisional
yang didirikan oleh orang tua mereka dan sebagian besar menjadi musisi musik
rakyat yang profesional.[12]
Pelestarian
Di
awal abad ke-20, sebagian besar musik yang dipertunjukkan, ditulis atau
diajarkan di Korea merupakan musik tradisional, begitu pula dengan
bentuk kesenian yang lain.[13] Namun, perubahan
drastis mulai terjadi dengan masuknya budaya asing, khususnya
genre kesenian dari barat.[13] Saat ini, sebagian
besar pertunjukkan musik yang dipentaskan di Korea adalah karya musik asing.[13] Walau begitu, minat
terhadap musik tradisional juga besar.[13]
Awal
mula pelestarian musik tradisional sebenarnya telah dimulai sejak tahun
1920-an, saat nasionalis kultural seperti Choe Nam-seon (1890-1957), Yi Neung-hwa (1865-1945), dan Song Seok-ha (1904-1948)
mempromosikan kebudayaan
nasional
di tengah gencarnya pengaruh kebudayaan Jepang.[11]
Sebelum
masa penjajahan, sistem pendidikan moderen telah
diperkenalkan di Korea, namun pada saat penjajahan dimulai, kurikulum musik
belum dimasukkan.[13] Pemerintah kolonial
melarang pengajaran musik Korea di sekolah-sekolah sebagai bagian dari
kebijakan untuk memusnahkan kebudayaan Korea.[13] Satu-satunya jenis
musik yang diajarkan pada masa penjajahan adalah genre musik barat.[13]
Korea
bebas dari penjajahan Jepang di akhir Perang Dunia II, namun musik
tradisional telah terlupakan.[13] Sekolah-sekolah pada
saat itu hanya berfokus pada musik klasik barat dan musisi
Korea hanya menghasilkan gaya musik barat.[13] Setelah merdeka, pemerintah Korea Selatan melakukan upaya
pelestarian terhadap musik tradisional dengan mengakui lagu-lagu rakyat dari berbagai propinsi sebagai aset budaya nasional pada tahun 1960-an.[13] Lalu, kemajuan pesat
di bidang ekonomi pada tahun 1980-an ikut mengukuhkan keberadaan musik
tradisional.[13] Berbagai universitas di Korea mulai
menampilkan musik rakyat dan kelompok musik tradisional.[13] Pada tahun 1990-an,
media mulai tertarik untuk merilis seri musik tradisional khas daerah, seperti MBC yang mengeluarkan karya musik rakyat Jeju dan Jeolla Selatan dalam bentuk CD.[13] Di tahun 1993, film musikal klasik berjudul Seopyeonje menjadi box-office yang ditonton lebih
dari 10 juta orang, membuat masyarakat Korea terkesan sehingga tren musik
tradisional kembali mendapat tempat.[13]
Manuskrip dan rekaman
Sejumlah
besar volume penelitian yang diproduksi oleh
para musisi Korea sejak tahun
1954, didasarkan pada studi mengenai dokumen dan manuskrip musik kuno serta pada genre musik aktual
seperti musik rakyat dan pansori.[14] Karena alasan ini,
reproduksi manuskrip musik produksi rekaman audio menjadi sangat penting bagi studi
musik Korea.[14]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar